Demokrasi di Bungkam koruptor di Biarkan!

 

Foto Penulis 

Oleh : Ade Yudiansyah (Ketua BEM Fisipol UMMat



Mataram, dimensiummat.com- Nusa Tenggara Barat kini berada dalam situasi darurat demokrasi. Mahasiswa yang seharusnya dilindungi sebagai agen perubahan justru kerap menjadi korban represif oleh aparat kepolisian, khususnya Polda NTB. Aksi-aksi damai yang dilakukan oleh mahasiswa demi memperjuangkan hak-hak rakyat kian terjadi pembungkaman dari mulai dari krisis ekonomi, lingkungan, hingga transparansi anggaran kiap di represif dengan kekerasan, intimidasi, bahkan kriminalisasi.



 Hal ini bukan hanya bentuk pelanggaran terhadap prinsip negara hukum, tapi juga penghinaan terhadap demokrasi itu sendiri. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa "setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat".



Lebih tragis, represif ini terus terjadi di bawah kepemimpinan Gubernur NTB, Iqbal Dinda. Sebagai kepala daerah, dan dia memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memastikan ruang sipil tetap terbuka dan aman. Namun hingga kini, tidak ada langkah konkret dari pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mengevaluasi kinerja Polda NTB yang berkali-kali melanggar HAM dalam menangani demonstrasi mahasiswa. Ketika pemimpin daerah membiarkan aparat bertindak sewenang-wenang tanpa koreksi, maka secara tidak langsung ia menjadi bagian dari sistem penindas dan kejoliman yang nyata terhadap rakyatnya sendiri.



Jangan heran ketika masyarakat dan mahasiswa bungkam dan takut menyuarakan kebenaran terhadap kejoliman yang dilakukan oleh pemerintahan karena setiap kali masyarakat dan mahasiswa melakukan Demontrasi selalu mendapat tindakan represif yang di lakukan oleh oknum aparat keamanan dengan dalih pengamanan, sehingga setiap kebijakan dan regulasi yang di keluarkan oleh pemerintahan kerap kali tidak berdampak langsung terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat yang membutuhkannya. 



Polda NTB pun tidak bisa terus berlindung di balik dalih “pengamanan”. Menggunakan kekerasan untuk membungkam suara rakyat adalah bentuk pelanggaran hukum nasional maupun internasional. Instrumen hukum seperti UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi Indonesia, jelas melindungi aksi demonstrasi sebagai hak asasi manusia. Karena itu, Gubernur NTB dan Polda NTB wajib dikritik secara tegas bukan hanya karena mereka abai, tapi karena mereka turut mencederai semangat reformasi dan prinsip dasar demokrasi.



Sejarah telah membuktikan bahwa sejak era Orde Baru hingga masa reformasi, patologi birokrasi tetap saja terjadi dan merajalela. Penyakit birokrasi ini bahkan sudah berakar dalam proses penyusunan regulasi dan kebijakan. Reformasi yang semula diharapkan mampu memperbaiki sistem pemerintahan Indonesia, kini justru menjadi ajang perebutan kepentingan dan praktik korupsi.



Pemerintahan pusat dan Daerah harus menggali kembali historis perjalanan pemerintahan dari masa ke-masa untuk menjadi acuan dalam melaksanakan good Governance  (sistem pemerintahan yang baik), dan jangan heran setiap terjadi persoalan fundamental dalam proses penyelenggara pemerintahan, baik ditingkatkan pusat dan Daerah, pemerintahan masih bingung bagaimana membangun atau menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat mengemban misinya dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera secara berkeadilan. Karena itu pemerintahan harus melaksanakan pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat, dan memberikan pelayanan publik sebaik-baiknya. Sebagimana dikatakan oleh Rasyid (1996), bahwa hakekat keberadaan pemerintahan dan birokrasi itu adalah dalam rangka menjalankan tugas memberikan pelayanan sebaik-baiknya terhadap masyarakat. 



Pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat Harus menciptakan dan menghadirkan prinsip good Governance (pemerintahan yang baik), pemerintahan harus mengedepankan akuntabilitas, transparansi, responsif dan keadilan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat.

Post a Comment

أحدث أقدم