FORMASTIM Kritik Penyaluran Bantuan UMKM Lotim Dugaan Timses, Intervensi Politik, dan Lemahnya Birokrasi

Ilustrasi by LPM DIMENSI 

Mataram, dimensiummat.id -Forum Mahasiswa Lombok Timur (FORMASTIM) menyampaikan kritik tegas terhadap penyaluran bantuan UMKM di Kabupaten Lombok Timur yang dinilai sarat persoalan. Berdasarkan laporan lapangan dan aduan masyarakat, bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi pelaku usaha kecil justru banyak diterima oleh pihak-pihak yang tidak memiliki usaha, termasuk perangkat desa, kerabat mereka, hingga individu yang diduga kuat bagian dari tim sukses politik. Jum'at 05 Desember 2025.


Ketua FORMASTIM, Aldi Irawan, mengatakan bahwa kondisi ini mencederai prinsip keadilan dan profesionalitas dalam penyaluran bantuan pemerintah.


“Banyak temuan di desa-desa bahwa penerima bantuan bukanlah pelaku UMKM aktif. Ada perangkat desa, ada keluarga mereka, bahkan ada nama-nama yang jelas-jelas bagian dari tim sukses. Ini sangat jauh dari konsep bantuan yang tepat sasaran,” tegas Aldi.


Selain persoalan penerima, FORMASTIM juga menyoroti adanya indikasi intervensi politik dari pihak yang belum memiliki kewenangan resmi. Menurut Aldi, pejabat teknis seperti Sekretaris Daerah maupun Kepala Dinas Koperasi terlihat terlalu cepat merespons permintaan Bupati terpilih, padahal secara hukum belum memiliki dasar untuk memberikan arahan terkait kebijakan tersebut.


 “Birokrasi seharusnya berdiri tegak, bukan menunduk sebelum waktunya. Ketika pejabat teknis lebih memilih mengamankan posisi daripada menjaga prosedur, maka yang dikorbankan adalah kepercayaan publik,” lanjutnya.


Lebih lanjut, Kepala Departemen Sosial Politik FORMASTIM, Izza Mahendra, turut menyuarakan keprihatinannya atas lemahnya independensi birokrasi.


"Penyaluran bantuan sosial yang dicampuradukkan dengan kepentingan politik praktis adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat. Ini bukan hanya soal ketidaktepatan sasaran, tetapi juga upaya sistematis menjadikan birokrasi sebagai alat transaksional politik," ujar Izza Mahendra.


FORMASTIM juga mengkritik keterlibatan beberapa organisasi kepemudaan (OKP) yang dinilai lebih berperan sebagai ‘disinfektan politik’ daripada sebagai kontrol sosial. Sikap tersebut dianggap menutupi persoalan sebenarnya dan memperlemah suara masyarakat.


 “OKP seharusnya menjadi penyeimbang kekuasaan, bukan pemoles citra pemerintah. Jika pemuda kehilangan independensi, hilang pula fungsi moral yang seharusnya dijunjung,” ujar Aldi.


Melalui pernyataan ini, FORMASTIM mendesak Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk:


1. Melakukan verifikasi ulang data penerima bantuan UMKM agar program kembali pada tujuan awal: membantu pelaku usaha yang benar-benar membutuhkan.

2. Menegakkan independensi birokrasi serta memastikan seluruh pejabat teknis bekerja berdasarkan aturan, bukan tekanan politik.

3. Mendorong OKP agar bersikap independen dan tetap menjadi pengawas kritis kebijakan publik.


Aldi menegaskan bahwa kritik ini bukan serangan, tetapi dorongan agar tata kelola pemerintahan berjalan lebih sehat dan berpihak kepada rakyat.


 “Lombok Timur tidak akan maju jika bantuan untuk rakyat kecil justru digunakan sebagai alat balas jasa politik. Kami berdiri untuk memastikan bahwa keadilan tetap menjadi dasar dalam setiap kebijakan,” tutupnya.*FORMASTIM Kritik Penyaluran Bantuan UMKM Lotim: Dugaan Timses, Intervensi Politik, dan Lemahnya Birokrasi*

Lombok Timur — Forum Mahasiswa Lombok Timur (FORMASTIM) menyampaikan kritik tegas terhadap penyaluran bantuan UMKM di Kabupaten Lombok Timur yang dinilai sarat persoalan. Berdasarkan laporan lapangan dan aduan masyarakat, bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi pelaku usaha kecil justru banyak diterima oleh pihak-pihak yang tidak memiliki usaha, termasuk perangkat desa, kerabat mereka, hingga individu yang diduga kuat bagian dari tim sukses politik.

Ketua FORMASTIM, Aldi Irawan, mengatakan bahwa kondisi ini mencederai prinsip keadilan dan profesionalitas dalam penyaluran bantuan pemerintah.

“Banyak temuan di desa-desa bahwa penerima bantuan bukanlah pelaku UMKM aktif. Ada perangkat desa, ada keluarga mereka, bahkan ada nama-nama yang jelas-jelas bagian dari tim sukses. Ini sangat jauh dari konsep bantuan yang tepat sasaran,” tegas Aldi.

Selain persoalan penerima, FORMASTIM juga menyoroti adanya indikasi intervensi politik dari pihak yang belum memiliki kewenangan resmi. Menurut Aldi, pejabat teknis seperti Sekretaris Daerah maupun Kepala Dinas Koperasi terlihat terlalu cepat merespons permintaan Bupati terpilih, padahal secara hukum belum memiliki dasar untuk memberikan arahan terkait kebijakan tersebut.

 “Birokrasi seharusnya berdiri tegak, bukan menunduk sebelum waktunya. Ketika pejabat teknis lebih memilih mengamankan posisi daripada menjaga prosedur, maka yang dikorbankan adalah kepercayaan publik,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Kepala Departemen Sosial Politik FORMASTIM, Izza Mahendra, turut menyuarakan keprihatinannya atas lemahnya independensi birokrasi.

"Penyaluran bantuan sosial yang dicampuradukkan dengan kepentingan politik praktis adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat. Ini bukan hanya soal ketidaktepatan sasaran, tetapi juga upaya sistematis menjadikan birokrasi sebagai alat transaksional politik," ujar Izza Mahendra.

FORMASTIM juga mengkritik keterlibatan beberapa organisasi kepemudaan (OKP) yang dinilai lebih berperan sebagai ‘disinfektan politik’ daripada sebagai kontrol sosial. Sikap tersebut dianggap menutupi persoalan sebenarnya dan memperlemah suara masyarakat.

 “OKP seharusnya menjadi penyeimbang kekuasaan, bukan pemoles citra pemerintah. Jika pemuda kehilangan independensi, hilang pula fungsi moral yang seharusnya dijunjung,” ujar Aldi.

Melalui pernyataan ini, FORMASTIM mendesak Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk:

1. Melakukan verifikasi ulang data penerima bantuan UMKM agar program kembali pada tujuan awal: membantu pelaku usaha yang benar-benar membutuhkan.

2. Menegakkan independensi birokrasi serta memastikan seluruh pejabat teknis bekerja berdasarkan aturan, bukan tekanan politik.

3. Mendorong OKP agar bersikap independen dan tetap menjadi pengawas kritis kebijakan publik.

Aldi menegaskan bahwa kritik ini bukan serangan, tetapi dorongan agar tata kelola pemerintahan berjalan lebih sehat dan berpihak kepada rakyat.

 “Lombok Timur tidak akan maju jika bantuan untuk rakyat kecil justru digunakan sebagai alat balas jasa politik. Kami berdiri untuk memastikan bahwa keadilan tetap menjadi dasar dalam setiap kebijakan,” tutupnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post