Dialog Publik BEM-DPM FISIPOL UMMAT, Ciptakan Ruang Kampus yang Aman, Saatnya Kita Bersuara

 

Dokumentasi pada saat kegiatan dialog publik 


Mataram, dimensiummat.id -30 Oktober 2025, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Muhammadiyah Mataram menggelar kegiatan Dialog Publik bertajuk “Ciptakan Ruang Kampus yang Aman: Saatnya Kita Bersuara.” Acara ini berlangsung di Aula FISIPOL dan dihadiri oleh dosen, mahasiswa, serta perwakilan lembaga kemahasiswaan. Kegiatan tersebut menghadirkan dua narasumber utama, yakni Nurliya Nimatul Rohmah, M.Kom.I (anggota Satgas PPKPT UMMAT) dan Yan Magandar Putra (Pengacara Publik PBHM NTB). Selain itu, kegiatan juga mendapat tanggapan dari Ketua BEM dan Ketua DPM FISIPOL UMMAT yang menyampaikan pandangannya dalam sesi wawancara. Jum'at, 31 Oktober 2025. Dalam wawancara, Ade Yudiansyah, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIPOL UMMAT, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa terhadap maraknya isu kekerasan dan bullying yang terjadi di lingkungan pendidikan. Ia menegaskan pentingnya membangun kesadaran bersama agar kampus menjadi ruang aman bagi seluruh mahasiswa. “Kami ingin kampus menjadi tempat yang nyaman bagi mahasiswa untuk belajar dan berkembang, bukan ruang yang menimbulkan rasa takut. Melalui kegiatan seperti ini, kami ingin mengedukasi mahasiswa agar berani bersuara dan mendukung transparansi dalam penanganan kasus kekerasan di kampus,” ujarnya. Ade juga menyinggung bahwa sampai saat ini Satgas PPKPT UMMAT belum memiliki ruang khusus untuk menerima laporan dan menindaklanjuti kasus secara langsung. Ia berharap pihak kampus dapat segera menyediakan fasilitas tersebut agar upaya perlindungan terhadap mahasiswa bisa berjalan lebih efektif. “Kami berharap Satgas bisa memiliki ruang yang jelas dan mudah dijangkau mahasiswa. Hal ini penting agar setiap laporan bisa ditangani dengan cepat dan transparan,” tambahnya. Sementara itu, Ahmad Fahrurozzi, Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FISIPOL UMMAT periode 2025/2026, menegaskan komitmen lembaga legislatif mahasiswa untuk terus mengawal dan mengadvokasi terciptanya lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan. “Kami akan berkolaborasi dengan Komisi Aspirasi DPM, bidang advokasi BEM, serta seluruh HMPS untuk menampung dan menindaklanjuti aspirasi mahasiswa. Kami juga menyiapkan kotak kritik dan saran agar mahasiswa dapat menyampaikan pendapatnya secara langsung,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kebebasan berpendapat di lingkungan kampus merupakan hak yang dijamin oleh negara dan perlu dijaga bersama. “Kritik adalah bentuk cinta terhadap kampus. Selama disampaikan dengan santun, itu seharusnya diterima dengan terbuka,” tegasnya. Dalam pemaparan materi, Nurliya Nimatul Rohmah, M.Kom.I, selaku anggota Satgas PPKPT UMMAT, menyoroti fenomena perundungan dan cyberbullying yang marak terjadi di lingkungan akademik maupun digital. Ia menjelaskan bahwa tindakan seperti menghina, mempermalukan, atau menyebarkan foto tanpa izin melalui media sosial dapat berdampak serius bagi korban. “Cyberbullying dapat menyebabkan stres, depresi, dan hilangnya kepercayaan diri. Banyak korban akhirnya menarik diri dari lingkungan sosial karena tekanan yang dialami di dunia maya,” ujarnya. Bu Liya juga menekankan pentingnya kesadaran digital dan empati sosial agar mahasiswa tidak terjebak dalam perilaku perundungan. “Jaga jempol sebelum berkomentar. Jangan sampai candaan di media sosial menjadi luka bagi orang lain. Bijaklah dalam menggunakan teknologi,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa kampus memiliki tanggung jawab moral dan sosial dalam menciptakan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika. “Tugas kita bukan hanya menuntut ilmu, tetapi juga membangun karakter dan lingkungan yang saling menghormati,” tutupnya. Pada sesi selanjutnya, Yan Magandar Putra, selaku Pengacara Publik PBHM NTB, membahas pentingnya penegakan hukum dalam kasus kekerasan dan bullying di lingkungan pendidikan. Ia menjelaskan bahwa hadirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi dasar hukum yang kuat dalam memberikan perlindungan kepada korban. “UU TPKS mengatur berbagai bentuk kekerasan, mulai dari pelecehan fisik, nonfisik, hingga kekerasan berbasis elektronik. Namun, tantangan terbesar saat ini adalah keberanian aparat dan lembaga pendidikan untuk benar-benar menegakkannya,” ujarnya. Yan juga menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh berhenti di tingkat wacana atau administrasi kampus. “Kampus harus menjadi tempat pertama yang melindungi korban, bukan sebaliknya. Jangan biarkan kasus kekerasan didiamkan atau disembunyikan,” ujarnya menambahkan. Sebagai perwakilan mahasiswa FISIPOL, Baiq Fera Susmita Putri turut menyampaikan pandangannya bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga ruang kampus tetap aman dan bebas dari kekerasan. Ia menilai bahwa keberanian untuk bersuara merupakan cerminan dari fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan. “Mahasiswa harus berani bersuara sesuai dengan fungsi dan perannya. Saat ini kita melihat masih maraknya kekerasan di lingkungan akademik, dan itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk melawannya dengan edukasi, solidaritas, dan keberanian,” ujarnya. Melalui kegiatan Dialog Publik BEM-DPM FISIPOL UMMAT ini, diharapkan mahasiswa dapat lebih berani menyuarakan pendapat, memahami hak-haknya, serta bersama-sama menciptakan budaya kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan, baik di dunia nyata maupun digital. Pemut & layla

Post a Comment

Previous Post Next Post